Mengenal Teknologi Daur Ulang Limbah Rumah Tangga
Sering kali saya merasa kesal ketika sampah di di rumah tidak kunjung diangkut oleh petugas kebersihan. Bukan hanya khawatir ulah kucing liar yang suka membuat sampah-sampah yang telah kami bungkus rapi sebelumnya. Namun, alasan aroma yang mengganggu juga menjadi satu alasan. Belum lagi adanya semut, lalat, dan serangga lain yang datang. Itu baru kondisi sampah di satu rumah. Bisa kita bayangkan bagaimana kondisi sampah yang menggunung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Beberapa waktu lalu saya pun sempat sedikit kecewa, ketika menemui tempat sampah khusus popok yang biasa saya datangi untuk membuang popok-popok nenek, telah bercampur dengan sampah lainnya. Padahal setahu saya, pemerintah daerah telah menyediakan fasilitas tempat sampah khusus popok beberapa tahun terakhir ini, dengan tujuan mengurangi jumlah limbah popok yang memenuhi bantaran sungai. Selain itu, fasilitas tersebut disediakan dengan harapan dapat mempermudah proses daur ulang limbah popok yang nantinya akan disulap menjadi produk yang bermanfaat, seperti pot bunga.
Saya berpikir, andai saja memiliki rumah dengan lahan yang luas, atau mungkin tercipta alat yang dapat mengelola sampah dengan mudah dan cepat, tentu akan sangat menyenangkan sekali. Kita dapat dengan mudah mengelola sampah tanpa tergantung orang lain.
Beruntung, beberapa waktu lalu saya mendapat informasi adanya webinar yang membahas masalah pengolahan sampah. Tanpa pikir panjang, saya pun segera mendaftarkan diri.
MENGENAL PERMASALAHAN SAMPAH DI INDONESIA
Akhirnya pagi itu saya mendapat kesempatan mengikuti paparan materi Prof. Sunardi, S.Si., M.Sc., Ph.D. dari Universitas Lambung Mangkurat dan Bapak Purwono, M.Si dari UIN Raden Mas Said Surakarta tentang pengolahan sampah. Dari tiga jenis sampah yang ada, yaitu:
1. Sampah organik. Dapat digunakan menjadi bahan baku kompos, diolah menjadi pupuk, budidaya maggot, cacing dan selanjutnya industri agro.
2. Material daur ulang. Contoh: PET (botol plastik), HOPE, kardus, duplek, dan lain-lain. Dapat dipilah, dikumpulkan dan dijual lagi.
3. Residu. Contoh: kain, plastik multilayer, plastik kotor dan terkontaminasi. Kategori jenis residu ini yang masih agak sulit pengelolaannya.
Berdasarkan data yang diambil, sampah plastik menjadi penyumbang limbah terbesar di Indonesia, yaitu sebesar 88,17%.
Pada kenyataannya, dari semua sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tidak lebih dari 3% yang diolah. Selebihnya, tetap menjadi timbunan sampah yang semakin hari semakin menggunung.
BUDAYA PENGOLAHAN SAMPAH DI JEPANG
Sedikit mengintip sekaligus meneladani keberhasilan negara Jepang dalam hal pengolahan sampah dimana seluruh warganya disiplin menjalankan aturan yang berlaku terkait hal tersebut. Bahkan edukasi penanganan sampah telah diberikan kepada anak-anak sejak duduk di sekolah dasar. Hal tersebut berbanding lurus dengan salah satu upaya pemerintah dengan menyediakan fasilitas pendukung seperti membedakan tempat sampah untuk botol kaca, PET/botol plastik, sampah organik, kertas/plastik kemasan, dan sampah lainnya. Bahkan, tersedia juga kotak kecil khusus untuk tutup botol. Setiap truk sampah yang beroperasi juga dilengkapi dengan alat pres sampah sesuai bahan. Semua untuk memudahkan petugas untuk tahap pengolahan berikutnya.
Tak hanya itu, pemerintah Jepang juga telah mengatur jadwal pembuangan sampah berdasarkan bahan. Sebagai contoh: sampah kardus hanya boleh dibuang pada hari Rabu, di luar sampah kardus tidak akan diangkut. Menariknya lagi, sampah yang tidak diangkut karena dibuang tidak sesuai jadwal akan langsung ditempel stiker peringatan.
Becermin dari keberhasilan negara Jepang dalam mengolah sampah, dapat kita ambil benang merah bahwa salah satu permasalahan utama pengolahan sampah di Indonesia adalah belum tertanamnya budaya memilih, memilah, dan memisah sampah pada warga dengan baik. Meski demikian, tentu kita tak bisa tinggal diam menerima keadaan. Berbagai macam upaya akan dilakukan untuk menekan jumlah produksi limbah yang ada.
TEKNOLOGI ALAT PENGOLAHAN LIMBAH
Melalui penelitian yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun, Prof. Sunardi bekerja sama dengan beberapa tenaga ahli, pengusaha, dan juga pemerintah akhirnya berhasil menghadirkan alat pengolahan sampah untuk menjawab keresahan terhadap masalah limbah ini.
Melalui alat ini, sampah kategori residu atau sampah non pilah yang tadinya sulit dikelola, akhirnya justru dapat diolah menjadi panel-panel komposit. Bahkan formulasi yang ada pada usulan paten tersebut telah dikembangkan untuk pembuatan kusen, paving, dan panel dekoratif. Kekuatannya pun telah teruji. PT. Banyumas Investama Jaya bersama Pemerintah Banyumas telah menggunakan alat tersebut, dan dalam waktu dekat akan disusul oleh beberapa kota lainnya. Nah, buat yang penasaran, dapatkan informasi detail terkait alat tersebut langsung pada link https://daurulang.id/
PROTIPE ALAT PENGOLAHAN LIMBAH MAKANAN
Sedikit berpindah dari pembahasan limbah plastik, berikutnya adalah pengolahan limbah makanan, limbah yang paling sering kaum ibu resahkan karena saking banyaknya. Percaya tidak percaya, tanpa disadari bila dikonversikan, ternyata produksi limbah makanan saja telah mencapai 300 kg/orang/tahun. Indonesia sendiri menempati urutan kedua negara dengan tingkat food lost dan food waste tertinggi di dunia. Wow, tingkat dunia, loh! Padahal, saat ini saja, tahapan pengolahan sampah dari Tempat Pembuangan Sampah (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sudah pasti memerlukan biaya yang cukup tinggi, seperti biaya angkutan, armada, SDM, dan lainnya. Belum lagi pencemaran udara, tanah, dan air yang timbul akibat dari limbah makanan yang terurai. Itulah, sudah seharusnya kita sadar diri dan mulai peduli dengan berusaha mengurangi jumlah limbah makanan minimal dari rumah kita.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya dimana sampah organik memang dapat dijadikan pupuk kompos, tetapi kendalanya perlu waktu lama untuk proses pengomposannya yaitu kurang lebih 30 hari. Sementara masyarakat menginginkan limbah makanan terolah dengan cepat agar tidak menimbulkan cairan dan bau yang tak sedap.
Melalui analogi pencernaan pada tubuh manusia, Bapak Purwono bersama tim peneliti mencoba mengaplikasikan pada permasalahan di bawah ini:
Thermal Composter yaitu model asli yang menjadi contoh (prototipe) teknologi pengolah limbah makanan untuk skala rumahan. Berikut adalah gambaran alat, cara penggunaan, serta hasil ujinya:
Melalui beberapa kali uji coba, akhirnya inovasi alat pengomposan berupa thermal composter ini mampu mempercepat pengomposan limbah makanan di rumah dalam waktu tiga hari. Itu berarti, limbah makanan dapat didaur ulang menjadi produk yang bermanfaat dalam skala rumah tangga dalam waktu singkat.
Semoga ke depan semakin banyak masyarakat yang lebih peduli pada lingkungan, dengan mengurangi potensi limbah makanan di rumahnya, mulai membudayakan kebiasaan untuk memilih, memilah dan memisah sampah, demi menjaga lingkungan sekitar, keseimbangan alam semesta dan membuat bumi kembali tersenyum berseri.
Salam Peduli!
-0 Comment-